Bimbingan Dakwah Kepada Pasangan Gugat Cerai di Mahkamah Syar’iyah Bireuen
Oleh: Saidaturrahmah, S.Sos.I., M.A.
saidaturrahmah89@gmail.com
Kehidupan rumah tangga ada kalanya terjadi keadaan-keadaan tertentu yang melenceng jauh dari tujuan pernikahan tersebut, sehingga apa yang yang menjadi idaman dalam sebuah perkawinan tidak tercapai seperti yang diharapkan. Seperti perceraian dari yang diusulkan oleh pihak istri atau suami terjadi gugat cerai meskipun dalam ajaran islam perceraian adalah suatu yang halal tetapi paling tidak disukai Allah1. Kemudian Bimbingan Dakwah kepada Pasangan Gugat Cerai sangat diperlukan oleh hakim mediator dalam proses mediasi terhadap pasangan gugat cerai dalam mediasi, walaupun para pihak pasangan gugat cerai setelah dilakukan proses mediasi ada juga yang bertekad bulat untuk bercerai tapi mereka bercerai secara baik-baik setelah dilkukan proses mediasi. Karena, para pihak pasangan gugat cerai dari pertama tidak berkomunikasi setelah terjadinya proses mediasi berkomunikasi seperti biasanya kembali.
Perkawinan merupakan perjalanan hidup dan individu manusia. Banyak sekali harapan untuk keharmonisan suatu pernikahan. Agar harapan pernikahan terwujud dengan baik, maka diperlukansuatu bimbingan. Sunnah t manusia melalui para Rasul, undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub di dalam Al-Qur’ān, hukum (kejadian) alam yang berjalan tetap dan otomatis, bahwa manusia dijadikan berpasang-pasangan dan diantara keduanya terdapat saling berkehendak ingin hidup bersama. Keinginan biologis ini dapat disalurkan secara benar dengan melakukan hubungan pernikahan. Dalam hubungan pernikahan itu pasangan suami isteri memperoleh ketentraman hidup dalam suasana kasih sayang sebagaimana telah tersebutdalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 21:
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnyapada yang demikianitubenar-benarterdapattanda-tandabagikaum yang berfikir”.
Dalam Hadist juga menjelaskan tentang anjuran menikah yaitu :
Artinya: “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendklah dia untuk menikah. Karena dengan menikah itu dia dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesunggauhnya puasa itu biasa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhari – Muslim).
Dalam pasal 1 Undang – undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa “tujuan perkawinan adalah untukmembentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhananyang Maha Esa’’. bahwa “tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Namun kenyataannya dalam kehidupan rumah tangga ada kalanya terjadi keadaan-keadaan tertentu yang melenceng jauh dari tujuan pernikahan tersebut,sehingga apa yang yang menjadi idaman dalam sebuah perkawinan tidak tercapai seperti yang diharapkan. Seperti perceraian dari yang diusulkan oleh pihak istri atau suami terjadi gugat cerai meskipun dalam ajaran islam perceraian adalah suatu yang halal tetapi paling tidak disukai Allah, sebagaimana disebutkan dalam Hadits :
Artinya: Ibnu Umar berkata bahwa Rasullulah saw. Bersabda, “ perbuatan halal yang sangat dibenci „Aza wa Jalla ialah Talak.” (HR. Abu Dawud Hakim dandisahihkan olehnya).
Pada kenyataannya dalam masyarakat Islam dengan berbagai alasan peristiwa perceraian sering terjadi, karenanya gugat cerai tetap saja diakui dalam ajaran Islam sebagai jalan keluar terakhir dari kemelut rumah tangga. Namun perlu diperhatikan bahwa Islam hanya membolehkan bukan menganjurkan.Adapun pengaturan mengenai pasal 38 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang putusnya perkawinan baik karena disebabkan karena kematian, perceraian ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Selain rumusan hukum dalam undang-undang perkawinan tersebut, pasal 113 sampai dengan pasal 162 KHI merumuskan garis hukum yang lebih rinci mengenai sebab-sebab terjadinya perceraian, tata cara dan akibat hukumnya. Sebagai contoh dapat disebut misalnya: Pasal 113 KHI sama dengan pasal 38 UU Perkawinan. Pasal 114 mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian, maka dapat terjadi karena talak berdasarkan atas gugatan cerai. Pasal 115 KHI menegaskan bunyi Pasal 39 UU Perkawinan yang sesuai dengan konsep KHI, yaitu orang Islam: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.Perceraian selalu menjadi solusi retaknya sebuah rumah tangga. Pasal 38 UU No. 1 Th. 1974, menentukan bahwa pada perjalanannya, perkawinan dapat saja berakhir, yaitu jika disebabkan oleh kematian, perceraian atau keputusan pengadilan.
Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai (talak), ataupun karena isteri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam agama Islam, perkawinan yang putus karena perceraian dianggap sah apabila diucapkan seketika oleh suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya adalah untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hukum perceraian itu.
Pasal tersebut jelas bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan jika kepergian salah satu pihak tanpa kabar berita untuk waktu yang lama. Apabila pihak keluarga tidak memenuhi kebutuhan ekonomi terhadap keluarganya. Namun perceraian merupakan keputusan yang membutuhkan pemikiran serius, kedewasaan bertindak serta niat yang kuat untuk menjalaninya mau tidak mau perceraian akan melahirkan sejumlah dampak yang serius, baik secara psikologis, yuridis dan lainnya. Namun juga kepada anak dan keturunannya.
Sementara itu bimbingan merupakan upaya bantuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah waramah. Di mana kedua belah pihak yang bersengketa atau lebih menunjuk pihak ketiga yang netral dan impartial untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dari sengketa. Bimbingan yang dilakukan oleh para pihak dengan bantuan mediator bertujuan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan dan memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa bukan untuk mencari kalah menang. Karena itu, dalam suatu mediator hanya menjadi fasilitator yang membantu para pihak dalam mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat.
Mediasi sebagai salah satu alternative dispute resolution (ADR) sudah lama dikenal dalam Islam, khususnya dalam bidang perkawinan. Mediasi tersebut dilakukan dengan bantuan hakam yang ditunjuk dari kerabat kedua belah pihak. Oleh Karena itu,Bimbingan dalam sengketa perkawinan seperti perceraian membawa manfaat yang besar bagi para pasangan gugat cerai, karena melalui bimbingan akan dicapai kesepakatan dan solusi yang memuaskan dan terselesaikannya problem yang menjadi penyebab keretakan rumah tangga sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga.
Dalam konteks pemutusan hubungan perkawinan, ada tiga metode dan istilah yang dipakai dalam fiqih Islam yaitu cerai talak (talaq), gugat cerai (khuluk), dan fasakh. Cerai talak adalah pemutusan hubungan perkawinan yang dilakukan oleh suami sedangkan gugat cerai adalah permintaan pemutusan hubungan perkawinan yang dilakukan oleh istri. Dalam literatur kitab fiqih klasik, gugat cerai disebut juga dengan khulu‟. Uraian di bawah umumnya berdasarkan pada figih mazhab Syafi’i.
Dasar hukum dari masalah gugat cerai atau khulu’ adalah Al-Quran Dalam QS Al-Baqarah: 229-230 Allah berfirman
Artinya: Talak (yang dapatdirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagikamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika sisuami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga diamenikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagikeduanya (bekassuamipertamadanistri) untuk menikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkan-Nya kepada kaum yang mau.
Upaya ini dilakukan karena menyadari bahwa proses penyelesaian perkara melalui tahap mediasi lebih dikedepankan supaya tercapai suatu kesepakatan yang tidak bersifat menang kalah dan kedua pihak sama-sama ikhlas menerima keputusan bersama tersebut.
Penulis menjelaskan pula tentang tujuan dan manfaat mediasi. Hal ini dikarenakan keterangan ini akan digunakan sebagai analisa data. Hal ini sangat penting mengingat bahwa mediasi mempunyai manfaat dan tujuan yang telah dirumuskan secara tersendiri. Keuntungan mediasi antara lain.
- Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
- Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
- Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.
- Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.
- Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit dipredikasi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsesus.
- Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.
- Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitase.
Menurut penulis manfaat dan tujuan mediasi adalah sebagai salah satu sarana untuk menuntaskan sengketa secara berimbang dan tidak menimbulkan sengketa baru. Pelaksanaan mediasi dalam peradilan Agama dilakukan karena sifatnya perdata (orang per orang), maka mediasi tetap dipercaya sebagai upaya perdamaian yang lebih adil daripada putusan pengadilan yang bersifat menang-kalah. Maka dari itu, upaya Mahkamah Agung dalam melaksanakan proses mediasi tertuang dalam PERMA No 2 tahun 2003 kemudian diperbarui PERMA No 1 tahun 2008.
Menurut analisa penulis, para mediator juga telah melaksanakan peran dan manfaat mediasi. Terbukti pada saat mediasi, hal-hal yang awalnya tidak diketahui dari masing-masing pihak, menjadi terbuka dalam proses mediasi. Dalam mediasi, para mediator memberikan kesempatan bicara yang sama banyak pada masing-masing pihak untuk mengutarakan maksud hati, beban pikiran dan keinginan masing-masing para pihak. dalam mediasi, seringkali bahkan kata-kata kasar keluar. Hal ini menandakan bahwa kebebasan berbicara yang diberikan oleh mediator kadang disalahartikan. Para mediator tersebut juga melakukan diagnosis konflik dalam menangani perkara. Selain membaca surat gugatan, para mediator juga menanyai para pihak tentang kebenaran gugatan tersebut. Setelah itu mediator menggali kepentingan-kepentingan yang seharusnya terpenuhi dari masing-masing pihak.8Adanya tuntutan-tuntutan yang keluar dari salah satu pihak juga dikendalikan oleh mediator supaya tidak melebihi kondisi riil pihak lain.